Cerita Jaka Kendhil termasuk jenis cerita nasihat, cerita Jaka Kendhil ini dapat di temukan didaerah nusantara dengan berbagai versi. Hal ini dikarenakan proses penciptaan cerita Jaka Kendhil dalam sastra lisan pada dasarnya spontan. Cerita secara turun temurun ini disampaikan lewat hafalan dan ingatan. Oleh karena itu, seluruh cerita Jaka Kendhil diciptakan dan didasari oleh cerita yang telah mereka miliki yang mengalami proses transmisi secara alamiah.
Cerita Jaka Kendhil yang dipentaskan oleh Kethoprak Bocah Ragam Budaya ini memakai bahasa Jawa. Cerita diawali dengan setting di dalam hutan dengan munculnya binatang-binatang disusul dengan datangnya Probo Pati beserta Prajurit yang sedang berburu di hutan.
Ekspresif, lakon Jaka Kendil dipentaskan dengan penuh penghayatan. Meski di dalamnya disisipi oleh dagelan namun tidak mengubah alur cerita itu sendiri. Para pemain dengan penuh penghayatan memainkan perannya masing-masing.
Kaya bahasa, banyak orang menganggap ketoprak bocah miskin bahasa, bahasa yang digunakan adalah bahasa ngoko yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, semua itu tidak berlaku bagi Ketoprak Bocah Ragam Budaya. Terbukti dalam pentas Ketoprak lakon Jaka Kendil yang didalamnya ada berbagai macam formula-formula estetis Jawa. Seperti yang telah dikemukakan oleh Prof. Dr.Nyoman Kutha Ratna, S.U dalam bukunya Estetika Sastra dan Budaya tahun 2007 “ estetika sebagai bagian dari filsafat berarti cinta terhadap kecintaan”. Diantara formula estetis Jawa diantaranya ada Purwakanthi Lumaksita, Tembung Garba,tembung kawi, sanepa, tembung entar, paribasan dan lain-lain.
Di dalam kethoprak Bocah Ragam Budaya dengan lakon Jaka Kendhil ini, anak-anak dengan fasih mengucapkan dialognya masing-masing. Cerita disampaikan dengan bahasa Jawa yang sederhana, tidak berbelit-belit sehingga para penonton mudah untuk menangkap maksud yang disampaikan oleh para pemain. Di dalam dialog pemain-pemainnya terdapat formula-formula estetis Jawa, diantaranya yaitu pada dialog Kumbini “ Rama kula taksih kepingin sanget bedhak pikat pados buron wana Rama. Kata wana disini mereka tidak menggunakan kata alas karena dari segi estetika kata wana lebih terdengar indah daripada kata alas.
Probo Pati “ yen ora mbok wenehno, umbulaadoh tak gawe karang abang (banyak orang mati) dll. Senopati “ mboten Gusti Putri, kula mangertos dhodhok selehing kalepatan ( letak permasalahan), Kula badhe apus prama kaliyan prabu”. Dalam dialog jaka kendhil, ia menembangkan sebuah lagu yaitu “ mboke aku njaluk dikawinke, karo sapa thole, sing penting ana nyawane (ibu aku minta dinikahkan, dengan siapakah anakku, yang penting ada nyawanya)” dalam tembang tersebut ada permainan pada bunyi vokal a dan e.
Ya, ekspresif dan kaya akan bahasa begitu para anak-anak memainkan lakon Jaka Kendhil dalam Ketoprak Bocah Ragam Budaya. Ketoprak ini adalah bukti bahwa ketoprak yang dimainkan oleh anak-anak tidak kalah dengan ketoprak dewasa dalam segi ekpresi maupun penguasaan bahasanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar