Minggu, 19 Juli 2015

"KAMUS ARAB AL-MUNJID" TERPOPULER SEDUNIA DISUSUN RABBI YAHUDI.


Anda pernah menuntut ilmu di pesantren, tradisional maupun modern, atau
bahkan berguru di berbagai perguruan tinggi Islam seperti Universtias
Islam Negeri (UIN) Jakarta, Anda pasti mengenal Kamus al-Munjid.

Sebuah kamus yang dianggap paling lengkap dan komperehensif, antara
lain karena dihiasi dengan gambar-gambar, yang dijadikan kamus utama di
berbagai kampus Islam dan pondok pesantren seluruh dunia.

Bahkan di beberapa pondok pesantren seperti Ponpes Darunnajah Ulu
Jami Jakarta, ada satu mata pelajaran khusus untuk menggunakan Kamus
al-Munjid yang disebut Mata Pelajaran Fathul Munjid.

Namun tahukah Anda, bahwa Kamus Arab al-Munjid yang dipakai di seluruh ponpes dan kampus Islam dunia itu ternyata disusun oleh dua orang pendeta (rahib/rabbi) Yahudi bernama Fr. Louis Ma’luf al-Yassu’i dan Fr. Bernard Tottel al-Yassu’i yang dicetak, diterbitkan, dan didistribusikan oleh sebuah percetakan Katolik sejak tahun 1908.

Penggunaan Kamus al-Munjid yang sudah lama dan masih dipakai hingga
kini bukanlah tanpa penentangan. Sebagian ulama menganggap kamus
tersebut merupakan bagian dari operasi para orientalis yang memiliki
agenda tersembunyi terhadap Dunia Islam.

Sekurangnya ada dua kitab yang ditulis ulama Islam yang berisi penentangan terhadap Kamus al-Munjid, yakni:

‘Atsrat al-Munjid fi al-adab wal ulum wa a’lam (Prof. Ibrahim al-Qhatthan, 664 halaman, terbit 1392 H), ini adalah kitab paling utama dalam mengkritisi Kamus al-Munjid.

An-Naz’ah an-Nashraniyah fi Qamus al-Munjid (DR. Ibrahim Awwad, 50 hal, terbit 1411 H)

Kamus al-Munjid sendiri memiliki beberapa kekurangan, jika tidak dikatakan sebagai kesengajaan, yakni:

• Ketika memuat entry “Al-Qur’an”, tidak pernah menyambungkannya dengan istilah “al-Kariem” dan sebagainya, namun ketika memuat entry kitab suci Kristen dan Yahudi, maka kamus ini menambahkan istilah “al-Muqaddas”,

• Ketika memuat entry “Nabi Muhammad”, tidak pernah mengikutsertakan gelar ‘Shalallahu Allaihi Wassalam”, demikian pula entry para shahabat tidak pernah ditambahkan dengan “Radiyallahu Anhu”,

• Tidak ada kalimat ‘Basmallah’ di atas setiap bab seperti halnya kitab-kitab umat Islam,

• Entry “al-Basmallah” yang sesungguhnya milik umat Islam namun dalam keterangannya tertulis “Bismil ab-wal ibn wa Ruhil Quds” yang memiliki arti sebagai “Dengan menyebut Tuhan Bapak, Tuhan Anak, dan Ruh Kudus”, setelah itu baru ada entry “Bismillahirahmannirahim”,

• Kamus ini juga tidak membahas akidah Islam, namun banyak membahas hal-hal yang bersifat penyimpangan-penyimpangan akidah,

• Nama- nama tokoh Islam yang utama seperti para shahabat, tabiin, dan
para ulama terkemuka juga tidak dimuat, namun di lain sisi nama-nama
tokoh Barat Kristen banyak dimuat,

• Kamus ini tidak pernah merujuk pada sumber-sumber Islam yang asli,
tapi sebaliknya merujuk pada sumber-sumber Barat, dan ini sangat jelas
terlihat dalam entry ‘ibadat’ dan penyebutan nama-nama nabi dan rasul yang menggunakan istilah kristen,

• Banyak kesalahan penulisan nama-nama tokoh dan kaitannya dengan sejarah,

• Mengatakan bahwa daging babi itu sangat lezat,

• Dimasukkannya gambar-gambar dan aneka lukisan yang berasal dari Barat
yang sama sekali tidak berdasarkan kebenaran, seperti halnya gambar Nabi
Isa dan nabi-nabi lainnya. Bahkan ada sebuah gambar sepasang manusia
dewasa telanjang yang tengah menangis, gambar itu dikatakan sebagai
gambar Adam dan Hawa,

• Nabi Nuh, Luth, dan Sulaiman dikatakan bukan sebagai nabi, tapi Lukman disebut sebagai nabi. Nuh dikatakan sebagai ‘Manusia Taurat pertama’, Luth dikatakan hanya sebagai ‘keponakan Ibrahim’ dan Sulaiman dikatakan sebagai ‘Raja’ bukan nabi,

• Nabi Daud disebut sebagai pembunuh banyak lelaki untuk memperisteri
jandanya, padahal beliau telah memiliki isteri sebanyak 100 orang.

Masih teramat banyak catatan-catatan tentang kamus produk orientalis
ini yang sampai sekarang, entah kenapa, masih saja dipergunakan di
banyak lembaga pendidikan Islam. Sudah saatnya umat Islam menyadari dan
berhenti memakai kamus ini. Dan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI),
sudah sepatutnya melarang peredaran dan penggunaan kamus ini di seluruh
Indonesia. (Rz)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar