“Jika seseorang mengatakan hentikan Hitler … akankah kita bisa menghindari Perang Dunia II,” Presiden Filipina Benigno Aquino mengatakan kepada hadirin, hari Rabu selama tur empat harinya ke Jepang. Hipotesis itu dimaksudkan untuk menarik perbandingan antara penyebaran Nazi Jerman melalui Eropa dengan proyek reklamasi tanah China di Laut Cina Selatan.
“Saya mahasiswa amatir sejarah …” kata Aquino. Karena amatir, kini dia mengabaikan peran Jepang dalam perang dulu.
Pada tahun 1941, pasukan Imperial Jepang menginvasi Filipina hanya beberapa jam setelah serangan terhadap Pearl Harbor. Pendudukan berlangsung selama tiga tahun, selama waktu itu sejumlah kejahatan perang didokumentasikan. Pembantaian di Manila, salah satu dari banyak kekejaman yang dilakukan oleh militer Jepang di seluruh wilayah mereka yang diduduki, yang mengakibatkan kematian antara 100.000 dan 500.000 warga sipil.
Namun pada hari Jumat, Aquino menunjukkan keinginan untuk memulai negosiasi yang memungkinkan kerja sama militer antara kedua negara.
Kerjasama berupa perjanjian kunjungan pasukan, kerjasama yang memungkinkan untuk pengisian bahan bakar dan dukungan logistik lainnya untuk pasukan Jepang di kawasan itu. Ini akan sejalan dengan perjanjian serupa antara Filipina, Amerika Serikat, dan Australia.
Saat perjanjian penempatan pasukan belum selesai, Manila dan Tokyo telah menandatangani perjanjian kemitraan pada Kamis, yang akan meningkatkan kerja sama militer dan penjualan senjata. Sebagai bagian dari kesepakatan itu, Jepang akan memberikan 10 kapal patroli penjaga pantai untuk Filipina dan membantu peningkatkan pengawasan dan teknologi pertahanan negara.
Peningkatan kerjasama antara sekutu Pacific dimaksudkan untuk membendung pengaruh pertumbuhan China di wilayah tersebut, seperti yang telah dinyatakan oleh Amerika Serikat. Washington menyebut pembangunan Beijing atas pulau buatan di Laut Cina Selatan merupakan provokasi, meskipun China berulang kali menegaskan bahwa ia memiliki hak untuk membangun di dalam wilayahnya sendiri.
Ketegangan memuncak setelah China mengklaim sebagian besar Laut China Selatan, sementara Filipina, Indonesia, Malaysia, Brunei, Taiwan, dan Vietnam semua memiliki klaim yang tumpang tindih.
Di bawah tekanan dari Washington, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe bekerja untuk memperluas yurisdiksi militernya. Sementara konstitusi Jepang saat ini masih membatasi pergerakan pasukan hanya di dalam wilayah sendiri. Abe sedang berupaya mengeluarkan undang-undang baru yang akan memungkinkan Tokyo untuk membela sekutu asing.
Itu berarti bahwa Jepang bisa segera memantau Laut Cina Selatan, dan menggunakan Filipina sebagai basis operasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar